3 Falsafah Tiongkok Dalam Berperilaku dan Berbisnis



Secara umum mungkin istilah 3C sudah sering anda dengar, istilah Cengli, Cincai dan Cuan , sebenarnya adalah bahasa Hok-kian yang merupakan salah satu etnik / suku di tiongkok yang di mana etnik Hokkian juga terkenal sebagai etnik yang banyak merantau ke berbagai negara , termasuk di Indonesia. Bahasa Hok-kian pengaruhnya dalam fusi budaya di indonesia cukuplah kental , dan banyak meninggalkan jejak yang sangat unik. Misalnya bahasa pergaulan di Betawi sejak jaman dahulu banyak kita dapati kata pinjaman dari bahasa dialek Hok-kian. Nominasi mata uang seperti “go-ceng (lima ribu)” , “ce-ban (sepuluh ribu)” , “cepe (seratus)” , “go-pe (limaratus)” semuanya berasal dari bahasa dialek Hok-kian. Hingga penyebutan kata diri seperti “gue” dan “lu” juga berasal dari sumber yang sama.

Masyarakat tiongkok dalam berperilaku umumnya sangat berpegang pada nilai-nilai falsafah hidup yg diturunkan turun temurun dari leluhur dan prinsip 3C ini salah satunya, prinsip inilah yg membuat masyarakat tiongkok sukses dalam perantauan, baik itu dari segi bermasyarakat maupun berbisnis.
Cengli , Cincai , dan Cuan merupakan rangkaian tidak dapat dipisahkan dan tidak untuk diterapkan salah satunya. Ketiganya merupakan falsafah yg saling mengikat dan saling mendukung, itulah sebabnya dirangkai menjadi 3C, namun akan dibahas satu persatu lebih dalam untuk memperjelas makna masing-masing kata.

CENGLI

Cengli mempunyai makna yg sangat dalam dan luas, secara harafiah daptat berarti “adil”, ato kalo meminjam istilah barat , bisa disebut “fair”. Dalam berbisnis perilaku Cengli harus diutamakan, karena merupakan tolak ukur tingkat kepercayaan dan integritas perusahaan. Cengli dapat juga diartikan “JUJUR” , jadi perilaku menjunjung sikap Cengli dapat diterjemahkan sebagai menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Dalam menyikapi suatu masalah ,sikap “Cengli” akan membawa masalah menuju situasi win-win solution, di mana segala sesuatu harus diputuskan secara adil dan menguntungkan semua pihak dengan memperhitungkan segala kondisi. Kalo bisa disimpulkan secara singkat, Cengli berarti “Adil, Jujur, Terpercaya, Logis, Benar, dll. Satu kata yg sungguh sangat dalam maknanya, menjunjung sikap “Cengli” menjadikan kita sebagai pribadi yg berkarakter ,memiliki integritas, dan kredibel.

CINCAI

Cincai mungkin agak sulit dideskripsikan secara kata langsung, secara langsung bisa berarti “sembarang”, namun makna filosofis yg terkandung sangatlah dalam. Yg paling dekat, “Cincai” bisa diartikan dengan kata “maklum” ,yang mengajarkan kita untuk bersikap toleran, yakni dapat memaklumi keadaan orang lain dan bertindak sesuai keadaan tersebut. Secara umum di masyarakat indonesia, istilah “Cincai” kadang dikaitkan dengan uang, sehingga bila dikatakan orang yang “Cincai” , dapat diartikan bahwa orang tersebut dermawan , tidak pelit atau kikir. Pada intinya falsafah “Cincai” mengajarkan kita agar tidak kaku dan menjadi fleksibel, layaknya pohon bambu keliatan lembek namun sangatlah kuat akibat kelenturannya. Fleksibel disini dimaksudkan sebagai sikap bisa kompromi , jadi “Cincai” mengajarkan sikap dapat mengiklaskan.

CUAN

Istilah “Cuan” sudah sangat umum didengar, “Cuan” memiliki arti “Untung”. Secara langsung selalu dikaitkan dengan dunia bisnis, yakni “Keuntungan dalam berdagang / berbisnis” ., tetapi yg akan saya bahas disini adalah falsafahnya. “Cuan” yg artinya “untung” merujuk pada “Kondisi atau keadaan” (-berbeda dengan “Cengli” dan “Cincai” yg lebih kepada kata sifat ), bahwasanya segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki “keuntungan” artinya prinsip “Cuan” membawa kita pada azas manfaat, segala sesuatu harus dipertimbangkan, dan bila mana tidak membawa manfaat, hendaknya tidak dilakukan. Dalam berbisnis, di kalangan pedagang tionghoa, sangatlah biasa terlihat pemilik bisnis sangat mengutamakan kesederhanaan, dan penghematan, kesemuanya itu dimaksudkan untuk menciptakan kondisi “Cuan”. Namun “Cuan” di sini hendaknya tidak dipandang sebagai uang saja, namun mengacu pada kondisi yg bermanfaat, apapun itu bentuknya.

Setelah mengetahui ketiga makna kata Cengli, Cincai, dan Cuan, kembali lagi pada penerapannya yang seperti telah saya katakan diatas , bahwa ketiganya merupakan suatu rangkaian yang harus diterapkan secara menyeluruh. Misalnya ,menghadapi suatu persoalan sikap “Cengli” diutamakan bahwa keadilan bagi kedua belah pihak, namun terkadang pemecahan masalah secara logis pada inti masalah tidaklah cukup ,kadang perlu dipertimbangkan dari segi perasaan atau etika, sinilah diperlukan sikap “Cincai” sehingga persoalan dapat ditangani dengan cara bijaksana.
Demikian pun sikap “Cincai” apabila dilakukan tanpa dipadankan dengan karakter “Cengli” dan “Cuan” akan menghasilkan karakter pribadi yg lemah, tidak tegas, dan cuek, di mana segala sesuatu digampangkan atau diremehkan. Sebaliknya pula terkadang kita dihadapkan pada situasi konfrontasi sudah jelas yang tidak “cengli” dimana kita dirugikan, namun dengan kita mempertimbangkan azas “Cuan” jangka panjang / di masa depan, bahwa tidak ada manfaat kita berkonfrontasi lebih lanjut, maka kita lebih baik bersikap ‘Cincai” atau mengalah.

Sikap “Cuan” pun tak terkecuali, apabila dikedepankan sendiri, akan menghasilkan pribadi yang egois , mau menang sendiri. Namun apabila diterapkan secara seimbang bersamaan dengan sikap “Cengli” dan “Cincai” , niscaya akan membawa kesejahteraan yg baik.

Demikian ulasan mengenai prinsip 3C yg merupakan etika hidup tidak tertulis bagi masyarakat tionghoa , semoga dapat memberikan pencerahan dan manfaat bagi kita semua.

2 Responses to "3 Falsafah Tiongkok Dalam Berperilaku dan Berbisnis"